Berdasarkan Pengaduan Penganut Agama Khonghucu

Berdasarkan Pengaduan Penganut Agama Khonghucu
Jambi, KOMPAS – Belasan daerah di Tanah Air cenderung masih meninggalkan hak-hak sipil bagi warga penganut agama Khonghucu. Diskriminasi yang dialami tidak hanya pada pelayanan umum menyangkut kependudukan, tetapi juga di sektor pendidikan.

Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN) Js.Wawan Wiratman mengatakan, walaupun negara telah lebih dari 12 tahun mengakui secara hukum agama ini, pihaknya masih menerima aduan dari kalangan umat mengenai diskriminasi yang mereka alami. Dalam bidang kependudukan warga kesulitan memperoleh status agama Khonghucu dalam kartu tanda penduduk (KTP).

“Pada lembar isian KTP di kantor kecamatan misalnya, tidak ada pilihan agama Khonghucu. Warga Khonghucu diminta mengisi pilihan agama lainnya. Ini berarti masih ada diskriminasi,” ujarnya, Rabu (16/5).

Ia melanjutkan, sebagian umat telah meminta petugas menyediakan lembar isian untuk agama yang dimaksud, namun masih banyak petugas belum dapat memenuhi.
Kepala Bidang Bimbingan Masyarakat Khonghucu Kementerian Agama Emmy Nurmawati membenarkan masih terjadinya diskriminasi layanan bagi umat Khonghucu.

Tidak hanya di daerah,  pihaknya menemukan petugas di wilayah Jakarta tidak memberi layanan yang setara dengan penganut agama lain. “Kami bahkan masih menemui ada petugas kantor kecamatan di Jakarta tidak melayani Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk agama ini. Perlakuan ini tidak hanya pada layanan Kartu Tanda Penduduk (KTP) biasa, tetapi juga pada e-KTP,” katanya.
Emmy menambahkan, di bidang pendidikan, layanan bagi siswa beragama Khonghucu juga minim. Saat ini, banyak sekolah umum tidak memberi layanan pendidikan agama bagi siswa beragama Khonghucu. Persoalannya karena tidak tersedia tenaga pengajar.

Belum Kompetensi
Kalaupun ada sekolah yang memiliki tenaga pengajar, semuanya belum memenuhi standar kualifikasi dan kompetensi pemerintah.

“Belum ada guru agama Khonghucu mencapai sarjana untuk pendidikan agama tersebut. Akibatnya, tenaga pengajar masih mengandalkan rahaniwan yang ada,” ujarnya.

Selain itu, buku pelajaran agama Khonghucu juga baru tersedia bagi siswa sekolah dasar. Sementara bagi siswa sekolah menengah pertama dan atas, baru akan memperoleh buku pelajaran agama pada tahun ajaran ini. “Tahun ajaran ini buku-buku untuk tingkat  SMP dan SMA sudah akan cetak sehingga bisa jadi panduan bagi siswa,” lanjut Emmy.

Emmy melanjutkan, pihaknya memberi peluang bagi umat untuk membangun sekolah pendidikan Agama Khonghucu agar dapat melahirkan tenaga-tenaga  pengajar yang sesuai standar nasional.

Adapun, Sekolah Tinggi Agama Khonghucu (Setakhong) telah dibangun di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Sekolah ini diharapkan kelak mampu menghasilkan guru-guru agama tersebut.

Pendiri Setakhong, Lucia Herawati, mengemukakan, sekolah tersebut akan membuka  pendidikan untuk tingkat Diploma-3, Strata satu dan Pascasarjana. Para pengajar didatangkan dari Korea dan Hongkong, mengingat belum adanya pengajar memadai di Indonesia.

Pihaknya memperkirakan sekolah tinggi tersebut kini segera memulai pendidikan pada November mendatang.

0 komentar:

Posting Komentar